Menyiapkan “Deposito Diri” Agar Keluarga Sejahtera

Menyiapkan “Deposito Diri” Agar Keluarga Sejahtera

KOMPAS.com – Kesadaran finansial tidak merata untuk keluarga di Indonesia. Padahal merencanakan keuangan penting, terutama bagi keluarga, untuk menuju sejahtera. Minimnya pengetahuan membuat banyak orang tidak merencanakan keuangan dengan baik. Alhasil, pendapatan yang diterima setiap bulannya terserap tanpa terencana atau bahkan tanpa target yang pasti.

“Banyak orang yang tidak memiliki target yang pasti, termasuk dalam perencanaan keuangannya, dalam rangka untuk mensejahterakan diri dan keluarganya. Padahal setiap orang butuh target yang jelas untuk membantunya meningkatkan kesejahteraan keluarga, terutama dalam perencanaan keuangan,” jelas Hendri Hartopo, Konsultan Independen Perencanaan Keuangan, kepada Kompas Female di sela jumpa pers Avrist Purple Movement, di Jakarta, Selasa (25/10/2011) lalu.

Untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga, suami juga istri yang memiliki pendapatan rutin perlu menentukan target berdasarkan kebutuhan sebenarnya. Artinya, jika Anda merencanakan keuangan keluarga dengan membeli polis asuransi, dengan berinvestasi, atau apa pun produk keuangan yang Anda pilih untuk menyiapkan keuangan jangka panjang, tujuannya harus jelas.

Jangan membeli produk keuangan dengan menyesuaikan diri pada pilihan produk yang tersedia atau menyesuaikan kemampuan Anda. Menurut Hendri, paradigma yang benar adalah, tentukan terlebih dahulu kebutuhan keuangan Anda dengan perhitungan yang pasti.

Hendri menyebutnya sebagai deposito diri. Setiap orang harus mendepositokan dirinya, menyiapkan uang pertanggungan atas dirinya. Jadi, ketika individu tersebut tak lagi produktif, atau tidak lagi berpenghasilan, deposito diri inilah yang akan menanggung hidupnya. Deposito diri ini bukan produk deposito, melainkan persiapan keuangan yang semestinya ada di setiap keluarga.

Hendri menyontohkan bagaimana cara menghitungnya. Jika penghasilan bulanan Anda Rp 2 juta per bulan atau Rp 25 juta satu tahun, bagi dengan lima persen (mengacu pada pertumbuhan rata-rata produk deposito), hasilnya setiap individu yang berpenghasilan dalam rumah tangga membutuhkan uang pertanggungan diri (deposito diri) Rp 500 juta.

Uang Rp 500 juta inilah yang harus dipersiapkan setiap individu dengan penghasilan atau pengeluaran Rp 2 juta per bulan misalnya. Jika Anda dan pasangan memiliki pengeluaran bulanan, setelah digabungkan, Rp 5 juta, maka nilai deposito diri berbeda, dan semakin besar. Gunakan rumus untuk menghitung berapa deposito diri yang butuh dipersiapkan Anda dan pasangan.

Untuk pasangan menikah, rumus deposito diri yang Anda harus persiapkan adalah jumlah pengeluaran atau pendapatan tahunan (setelah digabung antara suami dan istri), dibagi lima persen. Hasilnya, itulah nilai deposito diri yang harus dipersiapkan masing-masing individu, suami dan istri menyiapkan keuangan masing-masing.

Nah, deposito diri inilah yang menjadi target keuangan keluarga untuk menjadi lebih sejahtera. Jika Anda sudah menetapkan targe Rp 500 juta, maka rencanakan keuangan dengan bijak. Pilih produk keuangan dengan tepat.

“Dengan adanya target, penghasilan rutin bulanan bisa lebih terencana. Satu orang Jepang bisa memiliki tujuh polis asuransi yang berbeda. Ini merupakan cara yang dilakukan mereka untuk mencapai target deposito diri,” jelas Hendri.

Hendri menjelaskan, uang pertanggungan diri tersebut didapatkan dari beberapa komposisi produk keuangan. Empat produk keuangan yang wajib dimiliki untuk mencapai target keuangan pribadi tersebut adalah asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi whole life, kombinasi beberapa produk keuangan lainnya seperti unit link, reksa dana, dan produk investasi lainnya.

“Komposisi ini bisa berubah dan direvisi seiring perubahan pendapatan, juga pengeluaran, dan perubahan gaya hidup. Bisa jadi jumlah target Anda bertambah besar seiring meningkatnya pendapatan dan pengeluaran misalnya,” kata Hendri.

Dengan paradigma seperti ini, Anda bisa merencanakan keuangan dan masa depan lebih baik, dan impian untuk mewujudkan keluarga sejahtera juga dapat terwujud. Namun sayangnya, kesadaran finansial di Indonesia masih rendah.

Untuk penetrasi asuransi jiwa misalnya, data dari Bapepam-LK menunjukkan pada semester pertama 2011, angka penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih rendah, yakni 1,21 persen terhadap total penduduk Indonesia.

Padahal asuransi jiwa penting dimiliki keluarga Indonesia, sebagai bentuk proteksi, terutamanya proteksi untuk si pencari nafkah dalam keluarga yang menjadi tulang punggung ekonomi rumah tangga.

“Ada dua tipe orang yang merasa tidak perlu asuransi. Satu, orang yang kaya sekali. Dua, orang yang hidup untuk hari ini, tidak ada tujuan untuk 5-10 tahun ke depan,” jelas Hendri.

Leave a comment